Produksi Padi di Bumi Gora Tak Lagi Segemilang Dulu

Bima – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dijuluki sebagai provinsi “Bumi Gora”. Julukan tersebut disandang NTB karena dulu pernah menjadi tonggak swasembada pangan di Indonesia.

Melansir beberapa sumber, Bumi Gora bermula dari adanya sistem tanam bernama ‘Gogo Rancah’ atau disingkat Gora. Sistem ini merupakan inovasi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat NTB.

Penerapan sistem Gora membuat NTB berhasil meningkatkan produksi padi. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan petani NTB menjadi salah satu penyumbang terbanyak swasembada beras pada 1984.

BACA JUGA: Pemkab Bima Dinilai Tidak Sigap Atasi Kenaikan Harga Beras, Gerakan Pangan Murah Tak Dijalankan

Karena keberhasilan itu, Gatot Suherman, Gubernur NTB saat itu ikut mendampingi Presiden RI kedua, Soeharto, untuk menghadiri undangan Food Agriculture Organization (FAO) di Roma.

Sebagai simbol bahwa NTB pernah mencapai swasembada pangan nasional, Gatot Suherman kemudian mendirikan monumen Bumi Gora. Bahkan, monumen yang berada di tengah-tengah Taman Udayana, Kota Mataram itu diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto pada 1988.

Monumen tersebut menjadi saksi bisu bagaimana masyarakat NTB dahulu berhasil mengembangkan padi dengan sistem Gora. Namun kisah inspiratif tentang sistem Gora yang pernah mengubah nasib masyarakat NTB di masa lampau itu kini tinggal cerita.

Hasil produksi padi di daerah ini sudah tak segemilang dulu. Dengan kata lain, NTB tak lagi menjadi daerah swasembada beras karena produksi padinya yang menurun.

BACA JUGA: Bulog NTB Menyalurkan Bantuan Beras Tahap II, Ditargetkan Rampung 24 Oktober 2023

Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat angka penurunan produksi padi di provinsi ini mencapai 5,53 persen sepanjang Januari hingga Desember 2024. Dari 1,54 juta ton produksi padi pada 2023, turun menjadi 1,45 juta ton gabah kering giling pada 2024.

Kepala BPS NTB Wahyudin mengungkapkan, penurunan produksi padi terjadi lantaran luas panen yang menurun sebanyak 2,60 persen atau setara dengan 7.000 hektare. Luas panen padi pada 2023 mencapai 287 ribu hektare, sedangkan luas panen padi tahun 2024 hanya 280 ribu hektare.

Pertanian Tulang Punggung Ekonomi NTB

Sektor pertanian merupakan tulang punggung bagi perekonomian daerah. Kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB mencapai 20 persen.

Hal itu perlu menjadi perhatian Gubernur NTB terpilih. Sebab, jika sektor pertanian lesu dapat mengganggu ketahanan pangan. Terlebih lagi NTB adalah produsen pangan utama di wilayah timur Indonesia.

Tinggalkan Balasan