SKALAINDONESIA.com – Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah penghasil padi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Data NTB Satu Data, hasil produksi padi di Kabupaten Bima pada 2024 lalu mencapai 204,131 ton.
Meski produksi padi cukup banyak, tetapi harga beras di daerah ini justru naik signifikan. Kini harganya di pasar mencapai Rp 16 ribu per kilogram (kg).
Harga beras yang terus naik sejak akhir tahun 2023 ini, menjadi rekor tertinggi dalam sejarah Kabupaten Bima. Sungguh di luar nalar, di daerah yang katanya penghasil padi ini, nyatanya masyarakat kesulitan membeli beras.
Baca juga: Produksi Padi di Bumi Gora Tak Lagi Segemilang Dulu
Hal ini menjadi potret ironi Kabupaten Bima sebagai daerah agraris. Ya, ironi karena daerah ini menghasilkan padi, namun tetap saja menghadapi tantangan dalam hal harga beras.
Mirisnya lagi, lonjakan harga beras tak hanya dirasakan oleh konsumen, melainkan juga oleh petani. Hal ini memperlihatkan bahwa petani di Bima sangat rentan terhadap kenaikan harga beras.
Alih-alih menikmati cuan, petani sendiri malah mengalami kehabisan persediaan. Mereka harus membeli beras untuk memenuhi kebutuhan setelah panen.
Masalah ini muncul karena petani seringkali memilih menjual gabah daripada beras. Sedangkan transmisi harga dari gabah ke beras tidak selalu terjadi secara proporsional.
Kondisi ini juga diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar petani tidak memiliki gudang penyimpanan yang memadai. Ketika musim panen tiba, mereka menjual seluruh hasil panen tanpa menyisakan stok beras di rumah.
Sektor pertanian perlu perhatian serius
Persoalan ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah yang baru. Jangan sampai perubahan hanya jargon kampanye, sementara sektor pertanian tetap dibiarkan tertidur di persimpangan jalan.
Tertidur karena hingga kini masih merenda mimpi sebagai daerah agraris yang swasembada beras. Berada di persimpangan jalan karena sektor pertanian tak mampu menjadi sarana untuk mengentaskan kemiskinan.
Baca juga: Pemkab Bima Dinilai Tidak Sigap Atasi Kenaikan Harga Beras, Gerakan Pangan Murah Tak Dijalankan
Tantangan bagi Bupati Bima terpilih tidaklah ringan. Selain dituntut untuk meningkatkan kembali minat masyarakat terhadap sektor pertanian, bupati juga harus menata ulang regulasi dan rencana program agar sektor pertanian dan para petani tidak lagi termarjinalkan.
Selama ini, pertanian di Bima seperti kehilangan potensinya. Produktivitas dan hasil panen mengalami penurunan. Belum lagi ditambah sempitnya lahan pertanian yang dimiliki petani.
Keterpurukan pertanian yang terjadi selama ini membuat nasib petani tak kunjung sejahtera. Karena itu, bupati terpilih harus sungguh-sungguh mengupayakan strategi jangka panjang.
Strategi itu penting dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian di Kabupaten Bima. Dengan begitu, pertanian dapat menjadi tulang punggung perekonomian daerah dan mampu mensejahterahkan masyarakatnya secara terus menerus.
(Suherman Yusuf)